26 Desember, 2009

16 Desember, 2009

JADWAL SMK NEGERI 1 BANTAENG SEMESTER GENAP TP. 2009/2010

Maaf untuk sementara kami tidak dapat menampilkan jadwal yang dimaksud untuk kembali klik disini

15 Desember, 2009

Cara Efektif Menggunakan Search Engine


Menggunakan mesin pencari (search engine) merupakan cara yang biasa ditempuh oleh para netters untuk mencari informasi tertentu yang dibutuhkannya di belantara world wide web (www). Namun demikian, tidak jarang penggunaan mesin pencari memberikan hasil yang mengecewakan, semata-mata karena pemakai melakukan query dengan cara yang kurang tepat. Tips-tips berikut diharapkan dapat menuntun anda menggunakan mesin pencari secara efektif untuk menemukan informasi yang anda butuhkan:

1. Gunakan mesin pencari yang tepat
Ditengarai sebagian mesin pencari saat ini, lebih banyak menampilkan iklan daripada hasil pencarian yang sesungguhnya. Disamping itu, banyak pula pengelola situs mesin pencari yang kolaps, lantas tidak lagi mengupdate databasenya. Untuk saat ini, Yahoo dan Google merupakan pilihan yang paling terpercaya.

2. Jangan gunakan keyword yang terlalu umum
Bayangkan, seberapa banyak hasil pencarian yang anda peroleh apabila anda hanya memasukkan kata kunci telescope dalam mesin pencari. Jelas berbeda dengan apabila anda menggunakan kata kunci berupa teleskop dari jenis ataupun merk tertentu.

3. Masukkan keyword secara singkat namun jelas
Banyak orang memasukkan kata kunci yang berderet-deret sehingga malahan mengacaukan hasil pencarian. Menuliskan kata kunci Short biography of astronomer Edwin Hubble akan mengeluarkan setumpuk halaman yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang dicari dibandingkan dengan keyword yang lebih sederhana, misalnya Hubble biography. Juga perhatikan ejaan dari kata kunci yang anda masukkan. Kesalahan ejaan pada kata kunci dapat membawa anda untuk memperoleh hasil yang jauh dari harapan.

4. Gunakan operator Boolean
Kata kunci “AND”, “OR”, “NOT”, dengan kombinasinya akan sangat membantu menemukan situs-situs yang lebih spesifik. Keyword Hubble AND biography NOT telescope akan membawa anda ke halaman yang membahas tentang biografi Edwin Hubble dan menghindari masuknya halaman tentang teleskop antariksa dengan nama yang sama pada hasil pencarian anda.

5. Gunakan tanda kutip untuk satu frase utuh
Beberapa mesin pencari mensyaratkan penggunaan tanda kutip untuk menunjukkan satu frase kalimat. Misalnya, penggunaan kata kunci Hubble Space Telescope dengan “Hubble Space Telescope” akan memberikan keluaran yang berbeda. Kata kunci yang diapit oleh tanda kutip biasanya akan memberikan hasil yang lebih akurat. Penggunaan tanda kutip juga dapat dikombinasikan dengan operator boolean untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik, misalnya “Hubble Space Telescope” AND launch.

6. Manfaatkan Direktori
beberapa mesin pencari menyediakan fasilitas direktori yang akan membawa anda ke topik-topik tertentu yang sudah diklasifikasikan sedemikian rupa untuk memudahkan proses pencarian. Mesin pencari yang menggunakan direktori antara lain adalah Yahoo, Lycos, dan Altavista. Untuk mencari informasi yang berkaitan dengan Indonesia, disarankan untuk menggunakan direktori lokal Indonesia, misalnya Catcha, SearchIndonesia, Naver, atau Incari.

7. Manfaatkan fitur khusus dari mesin pencari anda
Beberapa mesin pencari tidak saja menyediakan fasilitas untuk pencarian artikel, namun juga file-file multimedia seperti gambar, MP3, dan bahkan rekaman video. Sementara itu, mesin pencari semacam MetaCrawler mengirimkan perintah pencarian ke beberapa mesin pencari sekaligus dan menampilkan hasilnya dalam satu halaman. Anda dapat mempelajari fitur-fitur khusus pada mesin pencari favorit anda untuk mengeksploitasi penggunaannya secara maksimal.

8. Gunakan fungsi “Find” pada browser anda
Ketika mesin pencari mengantarkan anda pada halaman tertentu, anda belum tentu langsung menemukan apa yang anda cari disana. Anggaplah upaya pencarian biografi Edwin Hubble yang anda lakukan membawa anda ke halaman Apa dan Siapa di bagian astronomi pada situs ini. Jangan lantas kebingungan dulu ketika di halaman ini anda tidak menemukan artikel yang anda cari. Gunakan fungsi “Find” [Ctrl-F] pada browser anda dan ketikkan Hubble. Nah, kini anda bisa membaca artikel tentang Edwin Hubble yang anda cari-cari itu.

Selamat Mencoba!

20 Agustus, 2009

e-mail Gratisss

Masterbiznet.com

Masternya Bisnis Internet

Membuat Email Gratis Di Yahoo!

Email (Electronic Mail/ Surat Elektronik) adalah salah satu fasilitas yang paling banyak digunakan di internet. Alamat email telah menjadi identitas seseorang di dunia maya. Anda akan sering menggunakannya untuk berkomunikasi, mendaftar pada layanan lainnya seperti forum diskusi, dll. Pada artikel ini akan dijelaskan secara sederhana langkah-langkah membuat email gratisan dari Yahoo!.

Buka browser anda, lalu ketikkan alamat http://mail.yahoo.com/. Setelah halamannya selesai di-loading, klik link “SIGN UP NOW”. Anda akan diarahkan ke halaman untuk mengisi formulir pendaftaran. Selanjutnya ada tinggal mengisi formulir tersebut.

  • Yahoo! ID: nantinya akan menjadi alamat email anda sekaligus username (user id) untuk login ke Yahoo! ketika anda ingin mengecek atau mengirim email. Untuk memilih Yahoo! ID ini, sebaiknya gunakan nama yang unik, karena nama-nama yang standar kemungkinan sudah digunakan oleh orang lain. Misalnya anda ingin menggunakan nama anda, budi, maka sebaiknya diganti dengan budi2008, budi.keren, budi.bandung, atau yang lainnya. Jadi, alamat email anda nantinya adalah budi2008@yahoo.com, budi.keren@yahoo.com, budi.bandung@yahoo.com, dst.
  • Password: masukkan password pilihan anda untuk keperluan login ke Yahoo!. Pilih password yang mudah anda ingat namun tidak mudah ditebak oleh orang lain.
  • Re-type Password: masukkan kembali password pilihan anda untuk verifikasi.
  • Sequrity Question: pilih salah satu pertanyaan dan tulis jawabannya pada kolom “Your Answer”. Bila sewaktu-waktu anda lupa informasi login –misalnya Yahoo! ID atau password anda– maka anda akan harus memilih pertanyaan dan jawabannya seperti saat pertama mendaftar. Bila jawaban anda cocok dengan pertanyaannya, maka anda bisa mengganti password anda. Tapi bila salah, dan anda tidak ingat sama sekali, bisa jadi anda tidak akan bisa masuk kembali ke account email anda untuk selamanya.
  • Birthday: masukkan tanggal lahir anda dengan format Bulan, Tanggal, Tahun. Misalnya Januari, 1 1990.
  • Current Email: masukkan alamat email anda yang lain. Kalau anda belum mempunyai email sama sekali sebelumnya, kosongkan saja kolom ini.
  • First Name: nama depan anda
  • Last Name: nama belakang anda. Jika nama anda lebih dari 2 kata, anda bisa menyingkat nama anda. Misalnya, Muhammad Ali Topan, bisa anda tulis M. Ali dan Topan. Sebaliknya jika nama anda hanya satu kata, maka anda bisa menambahkan nama ayah sebagai last name.
  • Language & Content: bahasa dan isi halaman yang akan anda gunakan.
  • Zip/Postal Code: kode pos alamat rumah anda.
  • Gender: jenis kelamin anda, yakni male (laki-laki) atau female (perempuan).
  • Occupation: pilih pekerjaan anda.
  • Industry: pilih salah satu yang berhubungan dengan bidang pekerjaan anda.
  • People Search Listing: beri tanda centang (tanda cek) bila anda ingin menampilkan profil anda pada halaman pencarian. Misalknya, jika ada pengunjung yang mencari dengan kata kunci “nama anda”, maka profil anda akan ditampilkan.
  • Contact me occasionally about special offers, promotions, and Yahoo! features: beri tanda centang pada kategori yang anda inginkan (boleh lebih dari satu). Nantinya Yahoo! akan mengirimkan email secara periodik berkaitan dengan penawaran, promosi, atau fitur-fitur Yahoo! sesuai dengan kategori yang anda pilih. Jika anda tidak ingin menerima “email promosi” seperti ini, kosongkan saja (jangan dicentang).
  • Word Verification: ketikkan kata yang terbaca pada gambar.

Selanjutnya klik tombol “Submit This Form”. Tunggu sampai formulir anda terkirim, dan halaman berikutnya selesai di-loading. Pada halaman tersebut anda bisa memilih untuk menggunakan Yahoo! mail klasik atau modern. Jika koneksi internet anda cukup baik, gunakan tampilan modern, karena pengelolaan email lebih mudah.

Anda bisa login untuk memeriksa inbox email anda, atau untuk mengirim email kapan dan di mana saja, sepanjang anda terkoneksi ke internet. Setelah login, anda dapat mengklik link:

  • Inbox: untuk melihat email yang masuk
  • Sent: email yang telah anda kirim
  • Bulk: email yang dianggap spam oleh Yahoo!. Bisa jadi email yang terperangkap di sini sebenarnya adalah email yang memang anda perlukan. Jadi, jika anda sedang menunggu kiriman email dari teman anda namun tidak pernah sampai di inbox, periksa folder bulk ini, mungkin saja email teman anda itu dianggap spam. Untuk menghindari terjadi hal seperti ini di kemudian hari, anda harus menambahkan alamat email teman anda tersebut pada “Address Book” anda. Caranya, klik link Addres Book, lalu masukkan nama dan email teman anda tersebut.
  • Trash: email yang telah dihapus akan disimpan di sini. Jika anda keliru menghapus sebuah email, anda bisa mengembalikannya lagi.

Mengirim Email

Klik link Compose, lalu isi kolom-kolom yang tersedia:

  • To: masukkan alamat email yang dituju atau yang akan anda kirimi pesan. Jika lebih dari satu, gunakan tanda koma sebagai pemisah. Misalnya: budi@yahoo.com, iwan@telkom.net, wati@gmail.com, dst.
  • CC: carbon copy, berfungsi untuk mengirim email yang sama ke beberapa penerima sekaligus. Fungsinya sama dengan cara di atas, namun lebih rapi. Penerima yang satu bisa mengetahui bahwa email ini dikirim juga kepada penerima lainnya.
  • BCC: blind carbon copy, sama dengan CC tapi penerima tidak bisa mengetahui kepada siapa saja email tersebut dikirim.
  • Subject: perihal atau judul email anda. Pastikan anda menggunakan subject yang mencerminkan isi email anda. Hindari menggunakan kata-kata promosi, seperti gratis, free, for sale, dll. Email seperti ini biasanya akan dianggap spam sehingga tidak masuk ke inbox penerima. Akibatnya email anda bisa jadi tidak dibaca oleh penerima.
  • Pada bagian isi email anda bisa menulis pesan anda. Jumlah karakter (panjang tulisan) tidak dibatasi.
  • Attachment: berguna untuk mengirim lampiran berupa file. Misalnya anda ingin melampirkan dokumen microsoft office word, atau gambar, dan file lainnya. Cukup klik “Attachment”, klik tombol browse, cari dan pilih file anda pada harddisk atau flashdisk. Anda bisa melampirkan lebih dari 1 file sekaligus. Setelah memilih file, klik tombol “Attach Files”, kemudian klik “Done”. Anda akan kembali ke halaman penulisan email seperti sebelumnya, namun kali ini email anda telah dilengkapi dengan file lampiran.

Jika semua kolom yang diperlukan telah diisi, klik tombol “Send”. Tunggu sampai proses pengiriman selesai, maka anda akan diberitahu bahwa email telah terkirim. Pada halaman tersebut anda juga ditawarkan untuk menambahkan alamat email penerima ke dalam buku alamat.

Simpan baik-baik Yahoo! ID dan password anda. Serta ingat alamat web Yahoo! mail, http://mail.yahoo.com. Yahoo! ID anda ini akan diperlukan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas lainnya yang disediakan oleh Yahoo!, seperti mailing list (milis), Yahoo! messenger (chatting), dsb.

30 November, 2008

PROPOSAL PTK PENJAS


PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
( PTK )


EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PENDEKATAN BERMAIN PADA PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK SISWA KELAS IV
SD INPRES UJUNG KATINTING



Disusun oleh :
Firdaus, S.Pd

PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
I. JUDUL
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PENDEKATAN BERMAIN PADA PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK SISWA KELAS IV
SD INPRES UJUNG KATINTING

II. BIDANG KAJIAN
Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Pemberian permainan pada pembelajaran.
III. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan adalah ivestasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk.
Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih berkutat pada problemmatika ( permasalahan ) klasik dalam hal ini yaitu kualitas pendidikan. Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar permasalahannya adalah bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu darimana mesti harus diawali.
Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar ( SD ) dan Madrasah Ibtidaiyah ( MI ) sampai saat ini masih jauh dari apa yang kita harapkan. Pendidikan jasmani sebagai salah satu disiplin lmu yang diajarkan di sekolah-sekolah masih sering menemui persoalan klasik tentang pola-pola mengajar yang bersifat memaksakan kemampuan siswa yang sebetulnya memiliki keterbatasan, tanpa melihat kondisi fisik dan psikologis siswa SD itu sendiri yang memiliki kecendrungan bermain, akibatnya siswa kurang memiliki daya tarik untuk mengikuti pelajaran praktik penjas sehingga mempengaruhi prestasi belajar penjas itu sendiri. Fenomena ini merupakan sebuah masalah akibat kurangnya kemampuan sebagian guru penjas dalam memainkan peran sebagai guru yang memiliki tuntutan target kurikulum dan daya serap dan sebagai pendidik yang menggunakan pola-pola mengajar yang lebih mengedepankan kondisi psikologis siswa yang memiliki kecendrungan bermain.
Melihat kondisi hasil belajar siswa tersebut beberapa upaya dilakukan salah satunya adalah pembelajaran dengan pendekatan bermain. Dengan bermain diharapkan siswa dapat meningkatkan aktifitas belajarnya, sehingga terjadi proses yang berkesan dan penguatan terhadap meteri yang diberikan di sekolah dengan harapan siswa mampu meningkatkan hasil belajar atau prestasi siswa.
IV. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut didepan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam proposal ini adalah :
Apakah melalui tehnik pendekatan bermain dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Jasmani bagi siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Inpres Ujung Katinting?
Pemecahan Masalah
Siswa yang mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan tentunya akan menghasilkan atau dapat menguasai keterampilan atau konsep terhadap mata pelajaran – mata pelajaran yang dipelajarinya. Dengan pola bermain sambil belajar secara terorganisir dengan baik paling tidak akan mampu mengkondisikan dalam bentuk motifasi ekstinsik bagi siswa itu sendiri.
Moh. Uzer ( 1996:29) menjelaskan “Motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, atau paksaan orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar, misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh orang tua untuk mendapatkan peringkat pertama.”
3. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam proposal penelitian ini adalah :
“ Melalui pendekatan bermain dapat meningkatkan hasil belajar pendidikan jasmani bagi siswa kelas VI SDN Inpres Ujung Katinting”
V. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan peneliti yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru dalam memperkaya pola dan metode pembelajaran penjas.
2. Tujuan Khusus
Adapaun tujuan khusus dari penelitian ini :
“Untuk mengetahui apakah melalui pembelajaran dengan pendekatan bermain dapat meningkatkan prestasi belajar pendidikan jasmani bagi siswa kelas VI SDN Inpres Ujung Katinting.”................To be Continue

SOFT SKILL


MEMBANGUN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN


I. Pendahuluan
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski memiliki rencana dan program yang jelas tetapi pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang relatif fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan tertulis.
Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut di atas, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau "enculturation", suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pemyataan ini, maka praktek pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat akan menimbulkan penyimpangan yang dapat muncul dalam berbagai bentuk goncangan-goncangan kehidupan individu dan masyarakat. Dimensi kultural berkaitan dengan nilai, keyakinan dan norma-norma berkaitan dengan pendidikan, seperti apa sekolah itu?, siapa guru itu? Seberapa jauh materi yang harus dipelajari oleh siswa? dan, siapa siswa itu? Siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol sekolah? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan gambaran fungsi dan tanggung jawab serta peranan komponen sekolah: kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, siswa, bahkan orang tua siswa.
Reformasi pendidikan ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru siswa khususnya dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Perubahan pada diri siswa tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku pada diri guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar khususnya, dan perubahan iklim sekolah pada umumnya. Berkaitan dengan dimensi kultural ini, sekolah harus diperlakukan sebagai suatu institusi yang memiliki otonomi dan kehidupan (organik), bukan sekedar institusi yang merupakan bagian dari suatu sistem yang besar (mekanik). Sebagai suatu sistem organik, sekolah dapat dilihat sebagai tubuh manusia yang memiliki sifat kompleks dan terbuka yang harus didekati dengan sistem thinking. Artinya, dalam pengelolaannya sekolah harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Perbaikan dalam suatu aspek sekolah harus mempertimbangkan aspek yang lain. Dengan pendekatan sistem thinking tersebut dapat diidentifikasi struktur, umpan balik, dan dampak, seperti: a) keterbatasan perubahan pendidikan, b) pergeseran sasaran reformasi pendidikan, c) perkembangan pendidikan, dan, d) sektor pendidikan yang kurang dijamah.



Lembaga pendidikan harus bergeser untuk mengembangkan kultur pembelajaran yang holistik termasuk mengembangkan visi pendidikan yang jelas, konsisten, disertai dengan kepemimpinan yang dapat memberikan arah, memajukan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, mengembangkan masyarakat pembelajaran, mendorong munculnya iklim belajar di manapun juga, dan secara sadar mengembangkan proses sosialisasi profesional baik di kalangan guru ataupun siswa. Kepemimpinan yang konsisten dan mampu memberikan arah diperlukan sebab budaya masyarakat memang menghendakinya. Prinsip kepemimpinan tersebut memiliki implikasi bahwa kepemimpinan lembaga harus dilihat sebagai suatu keniscayaan, bahwa transformasi pendidikan mencakup seluruh hirarkis kelembagaan. Dengan demikian, transformasi pendidikan diarahkan untuk mengembangkan sejumlah peran kepemimpinan di sekolah, meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, menciptakan lingkungan yang mendorong siswa untuk ambil peran, mendorong dan menghargai inisiatif siswa, dan memberikan insentif bagi keterlibatan siswa. Tujuan akhir transformasi pendidikan adalah menghasilkan siswa yang utuh: Kematangan intelektual, sosial, dan emosi.
Trend perkembangan dunia sebagaimana ditunjukkan dengan adanya perubahan sosial yang cepat di atas menuntut adanya paradigma baru dunia pendidikan. Yakni adanya pandangan holistis. Pandangan ini berarti pendidikan akan menekankan pada pendekatan yang menyeluruh dan bersifat global. Pandangan holistis ini akan menimbulkan dua pembaharuan di dunia pendidikan, a). Bahwa pendidikan akan menekankan pada anak didik "berfikir secara global dan bertindak bersifat lokal", dan b). pembaharuan makna efisiensi, yakni tidak semata-mata bermakna ekonomis, tetapi meliputi pula keharmonisan dengan lingkungan, solidaritas dan kebaikan untuk semuanya.
Dengan adanya paradigma baru di atas maka tuntutan kualifikasi hasil pendidikan juga akan berubah. Pendidikan dituntut untuk menekankan pengembangan kemampuan tertentu pada diri anak didik. Antara lain : a) kemampuan untuk mendekati permasalahan secara global dengan pendekatan multidisipliner, b) kemampuan untuk menyeleksi arus informasi yang sedemikian deras, untuk kemudian dapat dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari, c) kemampuan untuk menghubungkan peristiwa satu dengan yang lain secara kreatif, d) meningkatkan kemandirian anak karena tingkat otonomi kehidupan pribadi dan keluarga semakin tinggi, e) menekankan pengajaran lebih pada learning how to learn, dari pada learning something. Sebagai konsekuensi paradigma baru pendidikan, dan tuntutan pembaharuan pendidikannya maka dunia pendidikan memerlukan guru-guru dengan kualifikasi dan kemampuan baru. Sebagai konsekuensi lebih lanjut berarti pembaharuan pendidikan menuntut pembaharuan bagi pendidikan guru. Pembaharuan pada pendidikan guru pada dasarnya di arahkan agar pendidikan guru mampu menghasilkan guru-lulusan sesuai dengan tuntutan kualifikasi masa depan di mana masyarakat senantiasa berubah dengan cepat.
Pada hakekatnya pendidikan kita bertujuan untuk menghasilkan manusia yang utuh. Namun, kenyataan dalam praktek dewasa ini tak terhindarkan lagi bahwa tujuan pendidikan hanya menekankan aspek kognitif dengan ditunjukkan oleh sistem Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional yang menghasilkan NEM. Sehubungan dengan itu, basic skills mencakup ketiga aspek: kognitif (the hard skills dan kemampuan memahami bahasa komputer), sosial, dan emosi (the soft skills). Persoalan yang muncul adalah bagaimanakah ketiga aspek tersebut dapat dikembangkan pada diri peserta didik sebagai suatu satu kesatuan yang utuh?
Siapakah yang bertanggungjawab terhadap pengembangan karakter siswa? Guru bimbingan dan konseling ditambah guru agama serta guru PPKN adalah mereka yang diaggap bertangungjawab untuk mengembangkan sosial dan emosi siswa, sedangkan, guru-guru mata pelajaran yang lain, seperti matematika, fisika, ekonomi, bertugas untuk mengembangkan intelektual siswa, sulit untuk terus dipertahankan.

II. Pengembangan Karakter di Sekolah
Pemahaman terhadap proses pendidikan dewasa ini didasarkan pada asumsi bahwa intelegensi merupakan ciri bawaan (heredity) yang bersifat statis. Asumsi ini didukung oleh hasil brain research kala itu sebagaimana dilaporkan oleh Eral Hunt (1995) yang antara lain menunjukkan bahwa: a) sistem kerja otak statis, b) penyebaran intelegensi sebagai kurva normal berbentuk be// shape, c) terdapat kemungkinan untuk menentukan secara spesifik berapa besar intelegensi yang diperlukan untuk mempelajari konsep dan skill tertentu di sekolah dan menguasai fungsi-fungsi vokasional yang diperlukan dalam kehidupan, d) tes standarisasi dapat dipergunakan untuk mengukur intelegensi seseorang dan memprediksi kemampuan yang akan dapat dicapai, dan, e) intelegensi terdiri dari kemampuan numeric dan fingual.
Penelitian mutakhir sistem kerja otak sebagaimana diuraikan oleh Caineand Caine (1991) dalam bukunya Making connection: Teaching and human brain, menunjukkan bukti yang berbeda. Intelegensi ternyata bersifat dinamis dan dapat berkembang. Lebih daripada itu, intelegensi tidak hanya berkaitan dengan aspek cognitive semata, tetapi berkaitan pula dengan emosi, sehingga disebut dengan Emotion Intellegence yang disingkat EQ (sebagai pelengkap IQ). Bukti-bukti menunjukan bahwa dalam keberhasilan pendidikan seseorang peranan IQ hanya sekitar 20 %. Sisanya 80 % sebagian besar ditentukan oleh EQ dan faktor kedewasaan sosial. EQ adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan aspek-aspek psikologis dalam diri sendiri yang mencakup a) amarah, b) kesedihan, c) rasa takut, d) kenikmatan, e) cinta, f) terkejut, g) jengkel, dan, h) malu. Kemampuan mengendalikan aspek psikologis diperlukan agar EQ ini bisa bekerja secara harmonis dengan IQ. Singkat kata, kalau EQ baik otak akan dapat bekerja dengan baik pula.
Emosi akan memberikan respon terhadap stimulus yang diterima secara sangat cepat, begitu cepatnya sehingga otak belum sempat bereaksi. Ketidakmampuan mengendalikan aspek-aspek psikologis tersebut (atau EQ di atas) menyebabkan perilaku seseorang tidak didasarkan oleh otak tetapi oleh emosi. Oleh karenanya, kemampuan mengendalikan aspek psikologis atau EQ ini perlu dilatih dan dikembangkan untuk menghasilkan respon-respon yang baik dan tepat.
Hasil Brain research dan pergeseran struktur tenaga kerja tersebut di atas mengajarkan pada kita hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pada diri siswa perlu dikembangkan kemampuan dasar, meliputi: a) basic skills, b) thinking skill, dan, c) personal skill. Basic skill antara lain membaca dan menginterpretasikan informasi, menulis dan mengembangkan informasi, matematik dan berhitung, mendengarkan, dan berbicara. Thinking skill terdiri dari: kreativitas, pengambilan keputusan, problem solving, visualizing, knowing hot to learn, dan, reasoning. Personal skill meliputi: kemampuan mengendalikan diri, tanggung jawab, self-esteem, sociability, self-management, dan integritas-kejujuran.
Kedua, kemampuan mengembangkan di tempat kerja, mencakup: a) kemampun untuk mengidentifikasi, mengorganisasi, merencanakan dan mengalokasi sumber-sumber, b) bekerjasama dengan orang lain (interpersonal skill), c) menguasai dan memanfaatkan informasi, d) memahami hubungan sosial, organisasi, dan teknologi yang kompleks (sistem) dan dapat bekerja sesuai dengan sistem serta menyempurnakan sistem yang ada, dan, e) bekerja dengan berbagai teknologi, termasuk pemilihan, aplikasi, perawatan dan memecahkan problem.
Ketiga, sistem pengelolaan penyampaian bahan pelajaran bercirikan sebagai berikut: a) penyajian materi bersifat tematik yang merupakan kombinasi beberapa pokok bahasan yang bersifat lintas bidang, b) pengajar merupakan team teaching bukan lagi individual, c) model cooperatiye learning sebagai pengganti individual learning, dan, d) outcome aspek afektif lebih jelas.
Istilah karakter atau kepribadian secara umum digunakan untuk menunjuk “sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang lain atau bangsa lain”. Karakter lulusan yang idel biasanya dirumuskan secara jelas dalam sasaran atau sebagai profil lulusan. Pada tingkat Perguruan Tinggi rumusan karakter lulusan biasanya tidak terlalu sulit ditentukan sesuai visi dan misi PT yang bersangkutan. Penentuan karakter lulusan pada tingkat dasar, menegah atau lanjutan dapat dirumuskan berdasarkan kultur sekolah.
Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah, dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling dekat dengan prestasi siswa.
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam ujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut.
Kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang lain, seperti, a) rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi, c) komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan sekolah, e) ideologi organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g) kepemimpinan kepala sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru. Dengan kata lain, dampak kultur sekolah terhadap prestasi siswa meskipun sangat kuat tetapi tidaklah bersifat langsung, melainkan lewat berbagai variabel, antara lain seperti semangat kerja keras dan kemauan untuk berprestasi.
Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh berkembang selama waktu di sekolah, dan perkembangan mereka tidak dapat dihindarkan yang dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa sen
diri. Aturan sekolah yang ketat berlebihan dan ritual sekolah yang membosankan tidak jarang menimbulkan konflik baik antar siswa maupun antara sekolah dan siswa. Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima oleh siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa diyakini tidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan akan menjadikan sekolah tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi dirinya.

A. Spiritualitas Dalam Pengajaran
Spiritual dalam konteks pengajaran tidak diartikan secara sempit hanya berkaitan dengan batin atau roh yang tidak tampak, melainkan diartikan secara luas sebagai ”keseluruhan hidup iman” yang meliputi dimensi kepercayaan (belief), dimensi praktis (ritual & devotional), dimensi pengalam (experience), dimensi pengetahuan (knowledge) dan dimensi iman (act of faith). (Stark & Glock, 2006).
Sekolah merupakan "a mini society". Sebagai suatu masyarakat kecil, sekolah merupakan cermin dari masyarakat dimana sekolah itu berada. Apa yang terdapat dan terjadi di masyarakat, pada dasarnya terujud juga dalam sekolah. Di sekolah terdapat aturan-aturan yang mengikat para anggotanya, baik anak didik maupun guru. Ada norma-norma dalam pergaulan yang harus dipatuhi, terdapat interaksi antara sesamanya baik secara individual maupun kelompok, terdapat konflik-konflik interes baik nampak maupun tersembunyi. Sangsi-sangsi akan dijatuhkan kepada siapa saja yang melanggar tatanan yang ada. Hak-hak dan kewajiban guru dan murid diakui.
Dalam proses "transfer of culture", termasuk di dalamnya proses pembentukan kepribadian, sikap, rasa dan juga intelektualitas, aspek sekolah sebagai "a mini society" sangat penting artinya. Model sekolah Muhammadiyah dengan memadukan antara Masjid dan gedung sekolah, merupakan bentuk pengakuan pentingnya aspek sekolah sebagai masyarakat kecil tersebut.
Sekolah hendaknya diselenggarakan sedemikian rupa sehingga betul-betul merupakan kehidupan riil anak didik itu sendiri. Implikasi dari teori ini adalah anak didik merupakan subjek dari proses pendidikan. Kehidupan sosial anak didik dalam masyarakat kecil tersebut merupakan dasar dan sumber dari transformasi kehidupan. Peran paling penting dalam proses pendidikan bukanlah terletak pada mata pelajaran yang diberikan, melainkan pada aktifitas dan interaksi sosial anak didik itu sendiri. Peran guru menurut falsafah ini lebih banyak bersifat tut wuri handayani; memberikan dorongan dan motivasi agar para anak didik mampu memperluas kemampuan pandang, unluk mengembangkan berbagai altematif dan pengambilan keputusan dalam aktifitas kehidupan serta memperkuat kemauan untuk mendalami dan mengembangkan apa yang dipelajari dalam proses kehidupan itu. Namun, perlu difahami pula, bahwa dengan menjadikan anak didik sebagai subjek dalam proses pendidikan tidak berarti sekolah bersifat "value free". Tetap saja, sekolah lewat guru dan kurikulum akan menanamkan values, tetapi dengan cara "value-fair". Artinya dalam usaha menanamkan nilai-nilai, guru tidak akan memaksakan sesuatu nilai tertentu kepada anak didiknya. Melainkan guru melakukan usaha-usaha dengan berbagai cara atau metoda, berbagai alat bantu, agar anak didik akan membenarkan dan menerima nilai-nilai yang ia ajarkan, anak didik sendirilah yang menemukan dan mengadopsi nilai-nilai yang ditargetkan oleh sekolah untuk ditanamkan
pada anak didiknya.



B. Profesionalitas Guru
Tujuan profesionalitas guru sebagaimana tercantum dalam PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional Bab VI tentang ”Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan serta UU RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab III tetang ”pronsip profesionalitas merupakan tuntutan minimal yang selayaknya diperjuangkan untuk terpenuhi.
Penguasaan guru atas bidang studi yang akan diajarkan kepada para siswa merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya. Sebab, dengan materi bidang studi tidak saja guru akan mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih daripada itu, dengan materi bidang studi itu guru akan menanamkan disiplin, mengembangkan critical thinking, mendorong kemampuan untuk belajar lebih lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan itu sendiri pada diri siswa.
Sesungguhnya perubahan kurikulum pendidikan guru yang terjadi tidak bisa dilepaskan begitu saja pada pemahaman akan hakekat profesi guru. Apakah guru diketagorikan sebagai hard profession atau soft profession. Sebab, masing-masing kategori memiliki implikasi yang berbeda terhadap lembaga dan program pendidikan guru. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan dokter merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya, kategori soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu. Implikasi kategori soft profession tidak menuntut pendidikan dapat menghasilkan lulusan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service training bagi soft-profession amat penting.
Apakah profesionalitas ini dengan sendirinya sudah dapat membantu pengembangan karakter siswa yang utuh? Belum! Di sinilah dimensi spiritualitas belum secara eksplisit digarap.Untuk itu dibutuhkan guru yang ”profesional plus” Profesionalitas sebagaimana dituntut dalam perundang-undangan belum cukup. Tuntutan tersebut merupakan tuntutan minimal. Guru yang ”profesional plus” diharapkan memberi andil lebih besar dalam pengembangan karakter siswa.

C. Komunikasi Pribadi Guru-Siswa
Komunikasi yang dikembangkan dalam pengajaran seyogyanya bukan sebatas pada ”komunikasi kebenaran” yang intelektualitis, melainkan sampai pada komunikasi pribadi guru-siswa. Dengan komunikasi semacam ini jaminan terbinanya karakter siswa secara utuh lebih dapat diharapkan. Guru tidak mendampingi siswa sekedar untuk menjadi ”pandai” melainkan mendampingi siswa agar dapat berkembang secar utuh.
Guru mestinya memperlaukan siswa sebagai subjek. Sebagai subjek siswa bersifat unik (pribadi, keluarga, motivasi, cita-cita, adat, budaya, agama, sosial, ekonomi, politik). Guru tidak cukup hanya mengetahui nama, melaikan juga mengenal siswa sebagai pribadi yang unik. Komunikasi pribadi guru-siswa dapat dikembangkan melaui pengelolaan emosi. Keberhasilan guru mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi akan menghasilkan perilaku siswa yang baik.
Apakah emosi itu? Emosi menurut Goleman, adalah "suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada ratusan emosi, bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya." EQ, merupakan kemampuan untuk mengendalikan, mengorganisir dan mempergunakan emosi ke arah kegiatan yang mendatangkan hasil optimal. Dengan emosi yang dikendalikan akan merupakan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi dengan baik.
Penjabaran emosi seringkali muncul dalam berbagai bentuk. Antara lain, marah, ketakutan, perasaan senang, cinta, kesedihan, kenikmatan, keterkejutan, kejengkelan, dan malu. Emosi tersebut tidak statis tetapi berkembang sejalan dengan perkembangan usia seseorang. Semakin dewasa emosi yang dimiliki akan semakin matang. Namun, kedewasaan emosi juga bisa berkembang sebagai hasil interaksi dengan lingkungan, baik interaksi tersebut disengaja oleh fihak lain ataupun tidak. Dengan demikian, guru bisa berperan sebagai faktor lingkungan. Secara sadar ataupun tidak, baik direncanakan ataupun tidak perilaku mengajar guru di kelas mempengaruhi perkembangan emosi siswa. Oleh karena itu, pemahaman baru tentang kerja otak mengajarkan pada kita yang bergerak di dunia pendidikan, bahwa selain melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang meningkatkan kemampuan otak siswa, para pendidik, khususnya guru harus pula memiliki program aksi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengendalikan emosi.
Namun, perkembangan emosi siswa banyak dipengaruhi dengan proses yang terjadi di luar sekolah, terutama di lingkungan keluarga. Oleh karena itu, dalam upaya sekolah mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi, guru harus senantiasa melakukan komunikasi dengan orang tua siswa. Tidak jarang, siswa tidak memiliki rasa memiliki keluarga, artinya, mereka ini tidak merasa aman dan nikmat di lingkungan keluarga. Dalam kasus ini peran sekolah yang penting.
Upaya sekolah mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi didasarkan pada dua hal: Pertama, sekolah harus mampu menciptakan rasa aman bagi para siswa:
1. Atmosfir kelas yang demokratis
2. Guru memahami kondisi siswa.
Kedua, sekolah harus mampu menciptakan self-efficcy pada diri siswa, yakni rasa bahwa ia memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas sekolah. Langkah yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Guru harus menghindari dari menyalahkan siswa. Untuk mengatakan bahwa siswa salah harus diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak membikin siswa malu.
2. Guru menghindarkan diri dari perilaku mengejek siswa yang dapat merendahkan mental yang bersangkutan.
3. Guru lebih banyak mempersilakan siswa secara sukarela (voluntir) menjawab pertanyaan atau soal. Kalau menunjuk siswa, guru perlu menghindarkan diri dari menyuruh siswa untuk menjawab pertanyaan atau soal, yang guru sendiri sudah memiliki pandangan bahwa siswa tersebut tidak akan bisa menjawab.
4. Sekolah harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan emosinya daripada membendung dan menumpas emosi siswa. Olah raga dan kegiatan kesenian merupakan saluran yang paling baik untuk menyalurkan emosi siswa.
5. Guru harus bersedia dikritik oleh siswa tanpa menunjukkan rasa marah atau jengkel. Siswa akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi apabila para guru terlebih dahulu memiliki hal yang sama.

D. Keteladanan Guru
Siswa membutuhkan contoh karakter manusia yang utuh bagi perkembangan dirinya. Dibutuhkan keteladanan yang nyata dari guru kalau ingin mengembangkan karakter siswanya. Dengan demikian, mau tidak mau karakter guru lebih dahulu perlu dibina. Keteladanan guru sebagai pribadi yang utuh merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar. Faset-faset karakter yang hendaknya menonjol dimiliki oleh guru sehingga mudah diteladani oleh siswa, antara lain:
a. Ketakwaan
b. Orientasi kebenaran
c. Kasih dan setia
d. Disiplin
e. Jujur dan adil
f. Kerja sama
Keteladanan karakter yang utuh dari guru tidak perlu dikemas dalam paket khusus, keteladanan dari faset-faset karakter tersebut dapat tersirat dalam profesionalitas guru. Misalnya; penampilan, kedisplinan hadir dan menyelesaikan tugas, manajemen kelas, keterbukaan akan kebenaran dan pembaharuan, kepedulian dsb.

E. Kemasan Pembelajaran
Proses pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi saat ini dikembangkan aneka pendekatan, aneka macam strategi pembelajaran, aneka desain pembelajaran dan pendampingan, dan aneka macam format presentasi dengan multimedia. Dosen yang dalam perkuliahannya hanya mengutamakan metode cerama sudah ketinggalan kereta dan sulit mendukung pengembangan karakter mahasiswa secara utuh.
Kecakapan mengemas materi selain menjadikan proses belajar-mengajar menarik juga dapat menciptakan ”iklim kelas” yang kondusif serta dapat memberi peluang yang luas bagi guru dan murid beriteraksi secara manusiawi. Interaksi manusiawi merupakan ladang subur bagi tumbuhnya karakter manusia yang utuh. Iklim kelas adalah ”jumlah keseluruhan komponen yang berbeda-beda yang bekerja di sekolah yang saling beriteraksi satu sama lain sedemikian rupa sehingga menciptakan kondisi yang cocok untuk suatu proses pendidikan.
Kenyataan dalam praktek dewasa ini tak terhindarkan lagi bahwa tujuan pendidikan hanya menekankan aspek kognitif dengan ditunjukkan oleh sistem Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional yang menghasilkan NEM. Lulusan TK diharuskan sudah harus dapat membaca sebelum masuk SD, aspek belajar sambil bermain malah porsinya dikurangi. Guru-guru mengejar target ”penyelesaian materi” untuk pemenuhan standar ”pendidikan” tersebut. Lembaga-lembaga ”BIMBEL” tumbuh pesat karena kebutuhan siswa dan para orang tua untuk mengejar standar. Pada tingkat perguruan tinggi pun kadang proses tersebut terus berlangsung. Akhirnya lahirlah ”robot-robot” yang ”pintar” namun tidak punya ”jiwa” (baca:karakter).
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah ”experiental learning” yang merupakan salah satu pendekatan holistik. Karakteristik experiental learning adalah:
· Enjoyable, challenging, stimulating
· Realize strenths-weaknesses in safe environm
· See & experience the gab between what the think, belive and behavior derived
· Encourge to tke risk and to try
· Powerful insight, enrich the learning process

Experiental Method Classical Method Outdoor
(wall-less)
Tell Tell

emotion
energy cognitive Real Self
Do senses Show
context
Reflect Memorize Genuine Attitude

F. Penutup
1. Pergeseran struktur tenaga kerja, memiliki implikasi pada tuntutan pendidikan dalam perspektif jangka pendek, antara lain sebagai berikut:
a. Sekolah dan Guru harus mulai memperbanyak tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok, dengan tujuan meningkatkan kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok.
b. Sekolah dan guru harus senantiasa mengembangkan kaitan antara apa yang dipelajari di sekolah dan kehidupan riil di masyarakat.
c. Siswa dibiasakan dan dilatih untuk mencermati apa yang terjadi di lingkungannya, serta menyusun laporan sebagai hasil pengamatan tersebut.
d. Semenjak dini siswa sudah dibiasakan dengan tugas-tugas yang memiliki dampak positif bagi masyarakatnya. Misal, kerja bakti, siswa mengajar anak yang lebih muda.
e. Sekolah harus dapat membantu siswa dalam menyalurkan emosi lewat kegiatan yang positif dan konstruktif.
2. Pengembangan karakter (a) aspek hubungan manusia dengan dirinya sendiri (personal relationship), (b) hubungan dirinya dengan orang lain (interpersonal relationship), (c) hubungan manusia dengan kerja, (d) hubungan manusia dengan Tuhan harus dilakukan secara utuh dan sejalan.
3. Pembelajaran diyakini dapat menjadi “ladang subur” untuk pengembangan karakter siswa jika (a) dijiwai oleh spritualitas (etika, moral), (b) profesionalitas guru ditempatkan dalam kerangka yang utuh, (c) terjadinya komuniasi pribadi dosen-siswa, (d) guru menjadi teladan nyata karakter yang utuh, (e) kemasan pengajaran yang didesain secara tepat.
4. Pengembangan karakter siswa sebainya dimulai dari pengembangan karakter guru. Karakter guru yang utuh dan seimbang, yang memenuhi tuntutan profesionalitas, yang bersedia bekerja sama memelihara dan menyempurnakan peradaban manusia.

Sumber Pustaka
Covey, Stephen R. 1987. 7 Kebiasaan manusia yang Sangat Efektif (terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara

Panitia PPKM.2007. “Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa 2006-2007” (modul) Yogyakarta: Universitas Sanata Darma

Sukadi, G. 2007. “Pengembangan Karakter Melalui Perkulihan” (makalah seminar) Yogyakarta: ToT Pendidikan Pengembangan Karakter Mahasiswa di Lingkungan APTIK

Standar Nasioal Pendidikan (SNP): Peraturan Peerintah Nomor 19 Tahun 2005. 2005. Jakarta. Fokusmedia

Undang-Undang Guru dan Dosen. UU RI No.14 Th2005. 2006 Jakarta: Sinar Grafika

Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional: UU RI No.20 Th 2003. 2005 Jakarta: Fokusmedia

Widyarto Adi. 2007. “Experiental Learning: Memahami Materi dengan Lebih Bermakna”. (makalah seminar) Yogyakarta: ToT Pendidikan Pengembangan Karakter Mahasiswa di Lingkungan APTIK

Zamroni. 2003. “Paradigma Pendidikan Masa Depan” (online) http://pakguruonline.pendidikan.net/paradigma_pdd_ms_depan_31.html (diakses 11/1/2007)

Micro Teaching in CBT